Kamis, 20 September 2012

Ibu




Betapaku sangat mengagumi sosok ibu. Dialah orbit bagiku selama ini untuk tetap berada pada jalur yang benar dalam mengarungi hidup. Dialah galaxy bagiku, tempat maha luas yang mempesona sekaligus penuh rahasia disaat bersamaan. Ibu, disisinya aku merasa aman. Didalam peluknya bisa kuacuhkan dunia sementara.


Samar masih bisa kuingat senja itu, dibawah guyuran sinar merah temaram senja aku dan ibu menysuri akses jalan satu-satunya menuju rumah kami didesa bermayoritas penduduk miskin dengan sepeda tua andalannya.

Kami, saat itu baru saja pulang dari bengkel sepeda Mang Adang untuk membetulkan keliningan sepeda ontel ibu yang sempat bungkam diam karena karatan itu.

Dituntunnya sepeda ibu dengan perlahan dengan aku berada di jok kehormatan utama. Kugenggam stang sepedanya kuat sambil sesekali kulirik lawan jenis sebaya yang kebetulan melintasi jalur yang sama denganku. Aih gaya sekali aku diumur yang masih bau kencur itu. Aku berumur 7 hari itu. Aura bangsawan sontak meluap tanpa kendali mengaduk-aduk isi perutku. Disini, dari atas jok kehormatan sepeda butut yang seharusnya sudah pensiun ini aku merasa disuka semua dan tentunya, tampan.

Sepanjang jalan kulihat berbaris-baris pepohonan berdaun rindang tapi berdahan rendah menguntit laju gemulai sepeda ku, sang raja angin meniupkan anginya perlahan sepoi-sepoi seakan sudah lama tahu bahwa aku akan melintas. Disisi lainnya, bertingkat-tingkat lahan persawahan berdominasi warna hijau bagai permadani raksasa memberi harapan para petani untuk mendapat panen besar musim ini dan dapat melanjutkan hidup. Berjingkrang-jingkrak para burung pipit diatas padi yang mulai membelok tajam itu bagai tarian sambutan bagi ibu dan aku pulang kerumah.

Kunikmati sekali hari-hari itu. Perasaan menggelitik, perasaan nyaman saat bersamanya. Bersama Ibu yang tercinta. Kini perasaan itu hanyalah sebuah nostalgic feeling setelah Ibu pergi untuk selamanya.

Ibu, terima kasih untuk seluruh hari-hari indah itu. Bu tahukah kau? kini aku sedang berada dijalan setapak yang sama, kususuri jua dengan sepeda kesayanganmu, masih dengan deretan pepohonan berdahan rendah tetapi sedikit lebih rindang, dan dipinggir sawah sana para petani sedang berkumpul bersama setelah puas dengan hasil panen besarnya. 

Kini aku ditemani sang angin sepoi berjalan tertatih menuju rumah-mu, peristirahatan terakhirmu. Aku sangat bersyukur telah menyayangimu sepenuh hati selama ini. Aku sangat sadar kalau masa seperi ini akan tiba cepat atau lambat. Walaupun aku sendiri harus menghadapi dunia ini. Akan kubawa mimpi-mimpiku kepada masa depan, agar engkau bangga melihatku disini.

8 komentar:

  1. ini bukan kisah nyata kan????

    BalasHapus
  2. Bisa nyata bisa nggak vi tergantung gimana lo mikirnya hehe

    BalasHapus
  3. maksud gw, mf sblmx... bukan loe kan yang lg ngalamin ini???

    BalasHapus
  4. Ini bukan cerita asli, cuma imajinasi aja. Tapi..Who knows?:)

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. iya alhamdulillah vi, doain ya biar ibu gue panjang umurnya buat ibadah :)

      Hapus
  6. Aamiin.... Insyaallah fi... smoga qt bs menjadi anak yg bisa membuat ibu sellu merasa bahagia dunia akhirat.. Aamiin...


    BalasHapus

Here you are. Now is your time to say your opinion. Feel free for it.