Dulu, -tidak begitu lama juga- gue dipertemukan oleh seorang sahabat baru yang sama sekali random. Nama dia Tejo, -Tejo Aribowo lengkapnya. Dia dan gue memiliki rentang jarak umur 7 tahun. Dia 29. Kalau diumpamakan, pertemuan dengan dia ini merupakan sebuah putaran besar cara pandang gue terhadap hidup.
Pertemuan singkat yang berisi obrolan kecil dengan kepulan
asap rokok yang bergumpal pelan diudara disela perkenalan kami itu mengubah
sedikitnya sebagian besar cara pandang gue terhadap hidup. Percaya atau tidak
sisi skeptis gue terhadap banyak hal kabur. Mereka luntur.
Sebelum pertemuan gue dengan dia, -red Tejo- gue punya kecenderungan berfikiran kekanak-kanakan. Terbatasi tembok kesenangan sementara. Tembok pembatas itu adalah pemikiran untuk bepergian keliling dunia.
Bepergian. Dulu kata itulah yang sedari lama berputar disudut kepala ini. Sebuah kata yang mengaburkan tujuan lain yang semestinya gue berfokus padanya.
Gue, -setidaknya pada saat ini dan semoga berlanjut terus-
memiliki sebuah planning besar sebagai penulis. Uh tidak bukan sekedar penulis
tapi seorang novelist.
Ya gue tahu harapan gue itu berskala besar sekali untuk
seorang awam yang selama ini menulis di blog hanya dengan bermodalkan sebuah
mimpi dan bawaan perasaan. Tapi, -faktanya- skala mimpi yang sangat besar
itulah yang membuat gue tetap bertujuan.
Pekerjaan gue saat ini mengharuskan gue untuk bepergian jauh. Sebuah hal yang memang gue impikan untuk gue lakukan. Walaupun kali ini perjalanan gue akan sedikit lebih jauh.
Keliling bumi.
Ya gue bekerja disebuah perusahaan pesiar saat ini. Setidaknya
sampai 10 bulan ke depan dan berlajut lagi. Sebuah pekerjaan yang memang akan
membawa gue bepergian secara gratis.
Dan oleh sebab itu pula-lah gue yang berkacamata kuda (red,
-berfikiran satu arah saja) jadi cuma berfikiran akan perjalanan gratis gue
keliling bumi itu selama masa kerja sambil kemudian gue berobservasi terhadap
setiap hal yang gue lihat disana seperti tingkah laku, budaya, peristiwa dan segala
detail kecil yang ada untuk sebuah mimpi lain gue yang sudah gue sebutkan
diatas (red, -menjadi seorang novelist).
Childish and egoist.
Childish and egoist.
Dan kawan, tepat disitulah gue salah melangkah.
Bukan pada keoportunisan gue dalam mengembangkan cerita
novel masa depan gue itu. Bukan itu.
Juga bukan pada pilihan kerja gue yang akan membuat gue
pergi jauh dari keluarga selama berbulan-bulan. Bukan, sama sekali bukan. Gue
sama sekali sudah terbiasa dengan hal ini.
Kesalahan gue adalah pemikiran gue yang miskin terhadap satu
sisi saja. Jalan-jalan dan menulis. Cuma itu.
Gue melupakan pekerjaan. Pekerjaan yang gue sudah targetkan
yang pernah gue tulis di sebuah kertas kecil to do list gue di awal tahun 2011.
Go On Board.
Fikiran gue tadi itu mengaburkan sebuah arti totalitas dalam
bekerja. Gue sama sekali gak memikirkan mengenai pekerjaan yang gue sedang
jalani. Dan apapun itu gue cuma berfokus pada keegoisan gue terhadap mimpi gue
yang lain yang sebenarnya memang patut mendapat penghargaan.
Beruntung. Gue gak terlalu lama berada dalam utopia/titik
semu itu.
Sahabat baru gue itu menarik gue keluar dari kebebalan itu, setelah
sebelumnya gue ditelan mentah-mentah oleh pemikiran sempit seperti itu.
Dan setelah melewati beberapa kali obrolan kecil, tanya jawab, penerimaan
saran dan pengerdilan ego, -gue pun berkesimpulan bahwa kita harus melakukan sesuatu dengan cara terbaik. Do it
big. Apapun itu.
Bukan hanya visi jarak jauh kita saja tapi apa yang sedang kita lakukan juga. Karena mungkin, gak ada lagi kesempatan untuk mengulangi.
Bukan hanya visi jarak jauh kita saja tapi apa yang sedang kita lakukan juga. Karena mungkin, gak ada lagi kesempatan untuk mengulangi.
Usaha yang keras. Begitu gue yakinkan diri gue setelah
memutar balik dari tikungan yang salah tadi.
Dan mulai saat itu -secara perlahan- gue berusaha menjadi lebih bijak dalam berpandangan. Bukan cuma pandangan satu arah tapi pandangan yang luas menyeluruh. Bukan cuma gue tapi juga sudut pandang orang banyak.
Dan mulai saat itu -secara perlahan- gue berusaha menjadi lebih bijak dalam berpandangan. Bukan cuma pandangan satu arah tapi pandangan yang luas menyeluruh. Bukan cuma gue tapi juga sudut pandang orang banyak.
Sedari itu gue kembali menyusun draft demi draft tulisan gue
di laptop. Kesalahan demi kesalahan gue buat. Gue belajar darinya kemudian. Lalu gue susun sedemikian rupa draft itu.
Dan gue pun bisa berfokus pada pekerjaan
gue saat ini tanpa mengurangi penghormatan terhadapnya. Pekerjaan yang gue harap -insyaAllah bisa menjadikan gue sebagai orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Menghasilkan sebuah modal usaha yang sedikit demi sedikit sudah gue rencanakan. Usaha yang dapat membuat gue memiliki harta tapi tidak dibutakan olehnya. Aamiin.
Mungkin, -kesamaan pekerjaan antara gue dan sahabat baru gue
itu berperan besar dalam mengubah cara fikir gue. Dan gue belajar untuk
berfokus. Bukan pada hasil tapi pada prosesnya. Tepatnya apa yang kita sedang
jalani saat ini tak peduli apapun itu atau kemana arah tujuan kita saat ini.
Karena kesemua tujuan yang dunia tawarkan membutuhkan usaha keras untuk diwujudkan.
Thanks to Allah to show me the right path not vice versa. And thanks to him my random friend, -Tejo Aribowo.

maasya Allah.. :)
BalasHapussemoga kekal abadi dunia akhirat persahabatannya :D
aamiin mba. sayangnya kita udah gak pernah ketemu lagi mba. Mungkin memang lebih effective ketemu sebentar aja hehe
BalasHapuskeryen...keryen... sukka...
BalasHapusbtw, kahfi jarang ninggalin jejak ni d blog aq... hehehe...
*ikutan focus deh...
belum lama comment di post 'Terimakasih' vi. Tapi commentnya gak muncul ya?
Hapuskyakx lagi error.... hehehe... tpi udah muncul kan skrng... Thanks fi...
Hapussama :)
HapusEh fi, kerja dperushaan pesiar kan loe bilang... waaahhh, suatu saat brrti loe bisa aja mmpir klombok dounk... mesti mampir ya... hehehe
Hapusiya vi tapi besok gak ke lombok route nya. One day gue kesana. *belum pernah juga soalnya :P
Hapusditunggu... ^^"
Hapus