Banci cepat kau pergi.

WARNING :

Post ini berisi hal yang berhubungan dengan dunia banci, waria, lekong, dan spesies sejenis lainnya. Bagi kalian pembaca yang gak cukup kuat iman dimohon untuk tidak melanjutkan membaca dan  beralih ke post lain yang tersedia. Terimakasih.

Uhh? Masih baca?

Well, gue asumsikan kalian adalah orang yang terlanjur penasaran dan punya minat baca yang bagus sekalipun post ini ngebahas tentang banci, atau jangan-jangan kalian memang suka dengan tema banci? *kabuuurrr*

Baru kemarin gue nemenin nyokap ke pasar di daerah Parung buat belanja wortel buat makan kelinci peliharaan gue yang  semuanya berkepribadian aneh, yang waktu itu pernah gue bahas disini.

Gue yang biasanya males nganter nyokap buat kemana-mana gak tau kenapa hari itu menjadi sangat penurut dan baik hati. Entah apa yang nyokap campurkan ke makan siang gue saat itu, yang dengan sukses membuat gue menjadi begitu sangat sholeh dan bertaqwa sore itu.

                Singkat kata sore itu gue akhirnya berangkat juga ke pasar parung setelah sekian lama gak kesana. Sebenernya untuk sekedar lewat pasar sih gue masih cukup sering, tapi untuk masuk dan membeli sesuatu didalam pasar? actually udah sekitar 5 tahun-an gue gak kesana.

Terakhir kesana gue inget banget. Kenapa bisa inget?

Soalnya, waktu gue nemenin nyokap belanja, nyokap gue hari itu tersesat dan hilang di tengah-tengah tumpukan sayuran, pete, jengkol dan daging-daging ayam yang ada di  pasar. Itulah yang membuat gue inget kapan terakhir kali gue kesana. (Pengakuan : yang ilang sebenernya gue, gue terpaksa bohong demi pencitraan hahaha). 

                Yup that was True Story indeed.

                Karena masih trauma menjadi anak hilang, gue sore itu memutuskan untuk mengantar nyokap cukup sampe di depan pasar saja. Gue gak mau ngambil resiko kali ini.

Gak lucu kan kalau sampai ada pengumuman absurd kaya gini, “perhatian-perhatian telah ditemukan seorang anak uhh,.. laki-laki dewasa setengah manusia di tengah kerumunan pasar, harap untuk sang ibu untuk segera menjembut sang buah hati- ... errr maksud saya menjemput mas-mas ini. Cepat ya bu, anak ibu makannya banyak nih..!!!”

                Dan dengan adanya hal itu, gue akan dengan sukses menjadi lebih hina daripada gue biasanya.

                So kali ini gue rasa gue cukup nganter sampe depan pasar aja, dan membiarkan nyokap untuk membeli wortel untuk stock makan dua hari ketiga kelinci peliharaan gue yang belakangan terlihat semakin gembul perutnya.

Tapi, hari itu gue membuat suatu kesalahan beruntun.

Ini dia kesalahan yang gue buat hari itu.

                Jadi, ditempat gue nurunin nyokap ada beberapa anak geng motor yang- you know? Selalu berusaha terlihat sangar, entah apa tujuannya. Ya sore itu gue nurunin nyokap tepat di daerah dimana para anak geng motor itu lagi parking untuk sekedar istirahat setelah menempuh jarak yang kemungkinan cukup jauh, yang bisa gue lihat dari tempelan debu dan level kekumel-an mereka.

Gak lama setelah nyokap turun dari belalang tempur gue (baca : motor matic), gue baru ngeh kalau anak motor “sangar wanna-be” itu ngeliatin gue sedari gue nurunin nyokap. Yang gue rasa arti tatapan mereka ke gue memiliki arti seperti ini, “gueh ini anak motor, eloh itu anak mamah, eloh? kelaut aja”.

Tapi berhubung gue lagi gak mau bonyok, gue memutuskan untuk diem dan berdoa semoga gak dipalak dan dianiyaya di pinggiran jalan.

Berhubung sore itu gue lagi bantuin nyokap dan menjadi penurut dan sangat sholeh, Tuhan langsung mengabulkan doa gue dengan cepat.

Anak motor itu pergi.

Mungkin masing-masing dari mereka udah pada di SMS telepati sama malaikat yang isinya, “kalau ngeganggu gue, resikonya mereka akan berpartisipasi dalam lanjutan cerita rakyat Malin Kundang yang berjudul, Geng Motor Kundang”. Gak cukup orangnya aja jadi batu, motor mereka juga akan ikut membatu.

Dengan pertimbangan takut motor kredit mereka menjadi batu, mereka akhirnya pergi juga.

Gue lega. Gue yang tegang dan nyaris cepirit tadi udah ngerasa lebih aman sekarang.

Eh gak tau mimpi apa gue semalem, belum sempet gue merasa lega lepas dari kemungkinan dianiyaya oleh geng motor kumal itu, pas gue nengok ke kiri tepat 2 meter jaraknya dari tempat gue dan belalang tempur gue ini berada, ada beberapa BANCI EXPIRE yang lagi nongkrong disalon. 

                Gue langsung cepirit.

                2 meter. Jarak antara gue dan beberapa gadis berjakun yang berperawakan seperti tukang jagal itu. Yang pertama terlintas di kepala gue adalah, “mampus gue, hidup gue bakalan berakhir dengan di acak-acak sama segerombolan waria birahi kalau begini, tolong hambamu sekali lagiiii Yaolooh...”

                Gue yang masih panik kali ini berusaha buat menguping pembicaraan dari para bujang lapuk yang krisis identitas itu. Gue takut mereka lagi berusaha menyusun rencana buat ngebekep gue dan kemudian mengekploitasi diri gue yang masih lugu ini secara brutal. Gue gak mau mati konyol.

                Samar-samar gue denger pembicaraan mereka, yang untungnya jauh dari yang otak gue banyangin.

Mereka cuma ngomongin hal-hal memuakan yang bikin gue muntaber saat itu juga didepan mereka,

Percakapan mereka gak jauh dari :

                “eh Ne’ besok bleaching rambut eke ya, rambut eke udah mulai gak cuco lagi nih, perawan kan mesti tampil cantik.”

atau,

“Nek tau gak kemaren eke ketemu brondong gitu, unyu deh dia, iiihh gemesss.”

atau yang ini,

“Eh Jeng idung eke udah mancung belom seeh? Udah kaya Jelo belom? (baca : Jeniffer Lopez).”

Dalem hati gue bilang, “brondong serta laki-laki macam apa yang sudi untuk suka sama makhluk setengah-setengah yang berotot kekar, bermuka serem, ber-rambut kumal, dan ber-hidung bekantan seperti kalian ini???? Gak mikir apa kalian haah?”

Tapi, sekali lagi, berhubung gue masih punya keinginan untuk hidup lebih lama, gue cuma bisa menahan semua pendapat gue itu dan tetap berpura-pura gak menyimak setiap percakapan mereka sore itu.

Entah konspirasi macam apa yang sudah terjadi antara Banci kadaluarsa itu dan nyokap gue. Sore itu nyokap belanja wortel-nya lamaaaaaa banget. Seakan nyokap memberikan waktu bagi gue untuk mengenal banci-banci itu dengan lebih dekat. Untuk kemudian melanjutkan ke tahap yang llebih serius lagi. Ya, gue batin banget sore itu.

                Gue yang panik-an sesekali mencoba melihat kearah mereka, biawak rawa itu, hanya untuk sekedar mengecek apakah mereka lagi nyiapin karung buat ngebekep gue apa engga sambil berharap banci-banci itu agar segera pergi. Untungnya engga.

Mereka masih membaur disana, kerjaan mereka cuma ngobrol-ngobrol terus ngegodain abang-abang angkot lewat yang mereka anggap cukup cuco (baca: cukup keren) untuk digoda, mereka ngegodain setiap cowo yang lewat depan salon mereka dengan gaya genit yang gue yakin bisa bikin mata kalian kebakar saat itu juga, mereka juga sesekalli melihat ke arah gue yang lagi degdeg-an ini, mungkin mereka sadar kalau gue juga beberapa kali melihat kearah mereka sebelumnya.

Ini udah jadi semacem film cinta gitu, yang adegannya ada dua pasang manusia yang sedang dimabuk asmara yang saling mencuri pandang sambil tersipu-sipu malu dan mengucap pelan kata cinta lewat senyum bahagia diujung bibir mereka. Romantis abis.

Bedanya, bagi gue adegan "film" sore itu adalah, ada gue yang mabuk karena eneg dengan keberadaan segerombolan waria kadaluarsa yang sedang duduk-duduk di depan salon, yang saling mencuri pandang satu sama lain, sambil guenya mengucap astagfirulah berkali-kali dengan suara pelan karena takut disiksa mereka. Tragis dan traumatis abis.           

Setelah tubuh tambun nyokap terlihat keluar dari dalam pasar, gue langsung buru-buru buat ngejemput nyokap dan kemudian pulang, sebelum banci itu berubah fikiran buat menculik gue.

Hari itu gue belajar tiga hal,

Pertama, jangan pernah anter nyokap kalian belanja wortel buat makan kelinci disore hari.

Kedua, jangan pernah parkir motor dideket rumah makan padang yang bersebelahan dengan salon yang berisi banci genit nan beringas dan juga geng motor yang lagi ngaso tepat didepan salonnya.

Ketiga, kalau kalian udah terlanjur melakukan kedua hal diatas, cuma satu yang bisa kalian lakukan, bilang nyokap kalian supaya gak terlalu lama belanja wortelnya. ini demi keselamatan kalian.

Epilog :

Setelah kejadian itu, gue menjadi semakin takut sama yang namanya banci. Gue kemudian menjadi lebih pemurung dari biasanya. Ya, semua karena BANCI.

Cuma satu doa gue, "BANCI CEPAT KAU PERGI" (yang jauh kalau bisa).   

BANCI cepat kau pergi
Tinggalkan diriku sendiri
BANCI cepat kau lari
Apalah arti hidup ini
Bila engkau disini.

*diambil dari lirik "Cinta Jangan Kau Pergi" yang dipopulerkan oleh Vidi Aldiano

*dan dimodifikasi untuk keperluan post ini tentunya hahaha

Segitu aja buat hari ini, See yaa.

Assalamualaikum